Blog

‹ Back

Lonjakan Harga yang Tak Kunjung Reda

Tirto.com Dalam beberapa bulan terakhir, masyarakat Indonesia dihadapkan pada kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok seperti beras, cabai, telur, hingga minyak goreng. Kenaikan ini tidak hanya terjadi di momen musiman seperti Ramadan atau tahun baru, tapi cenderung menjadi pola baru yang terus berulang. Bagi masyarakat kecil, kondisi ini sangat membebani. Biaya hidup meningkat, sementara pendapatan tetap stagnan atau bahkan menurun di tengah ketidakpastian ekonomi.

Ketidakhadiran Negara dalam Krisis Rakyat

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: di mana peran negara? Pemerintah kerap berdalih bahwa kenaikan harga dipicu oleh faktor global, cuaca ekstrem, atau gangguan distribusi. Namun, alasan ini tidak cukup menjawab kelambanan intervensi konkret di lapangan. Pasar dibiarkan bergerak bebas tanpa pengawasan ketat, dan upaya stabilisasi harga seperti operasi pasar atau subsidi distribusi sering datang terlambat dan tidak merata.

Masalah Sistemik dalam Tata Niaga Pangan

Kenaikan harga pangan bukan hanya soal cuaca atau stok, tetapi juga cerminan dari lemahnya tata kelola rantai pasok dan ketergantungan pada impor. Tengkulak, spekulan, dan dominasi pemain besar dalam distribusi pangan memperparah situasi. Petani sering tidak diuntungkan saat panen, sementara konsumen tetap harus membeli dengan harga tinggi. Situasi ini menunjukkan adanya ketimpangan struktural dalam sistem pangan nasional yang belum dibenahi secara serius.

Saatnya Negara Hadir dan Tegas Bertindak

Pemerintah harus lebih dari sekadar memberi pernyataan normatif. Diperlukan kebijakan yang berani dan berpihak: memperkuat cadangan pangan nasional, memberdayakan petani kecil, mengawasi distribusi dengan ketat, dan menindak spekulan harga. Kenaikan harga pangan bukan sekadar urusan ekonomi, tapi menyangkut keadilan sosial dan hak dasar rakyat untuk hidup layak. Saat harga terus naik dan rakyat tercekik, negara tidak boleh hanya menjadi penonton.